Total Tayangan Halaman

Selasa, 28 Oktober 2014

AKSI!! Sumpah Pemuda] Krisis Identitas Diri dan Krisis Kebangsaan Pemuda Indonesia

Dahulu sebelum indonesia meraih kemerdekaan, rakyat dan pemuda berjuang mati-matian agar bangsa ini dapat merdeka dari belenggu penjajahan. Semangat rakyat indonesia terutama para pemudanya sangat luar biasa, dengan semangat persatuan dan sikap rela berkorban akhirnya bangsa ini dapat meraih kemerdekaan dengan semangat sumpah pemuda saat itu semua kekuatan pemuda mengobarkan semangat kemerdekaan.
Namun sekarang zaman sudah berbeda, ketika bangsa indonesia sudah merdeka, ketika bangsa Indonesia sudah terbebas dari belenggu penjajahan justru ada masalah lebih berat yang sedang dialami oleh bangsa ini. Musuh besar itu adalah lunturnya rasa nasionalisme dikalangan para pemudanya. Pemuda yang seharusnya dapat menjadikan masa depan suatu bangsa lebih baik, justru sekarang menjadi musuh yang dapat menghancurkan kehidupan bangsa di masa depan.
Pemuda indonesia yang dulunya berjuang mati-matian untuk menyatukan bangsa dengan lebel sebutan sumpah pemuda untuk mengusir para penjajah sekarang justru mulai melupakan rasa cintanya terhadap bangsa sendiri. Mereka justru lebih bangga dengan menjadi bagian dari bangsa lain, sikap itulah yang akan menjadi musuh terbesar bangsa di masa yang akan datang. Pemuda yang akan mengharumkan nama bangsa justru akan melupakan dan meninggalkan bangsa yang sudah membesarkannya.
Kondisi yang dialami bangsa ini sangat memprihatinkan, karena itu di era globalisasi bangsa indonesia di landa oleh banyak krisis termasuk krisis rasa cinta terhadap tanah air oleh para pemudanya sendiri. Krisis tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor pemerintah pada zaman reformasi yang jauh dari harapan para pemuda, sehingga membuat mereka kecewa pada kinerja pemerintah saat ini. Hal ini terlihat dengan semakin terkuaknya kasus-kasus korupsi, penggelapan uang negara dan penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat negara, pemerintah yang terjadi sekarang dianggap sangat kacau dan merugikan rakyat, oleh karena itu para pemuda semakin muak hingga akhirnya mereka merasa tidak bangga hidup ditanah airnya sendiri.
Penyebab memudarnya rasa nasionalisme pemuda dikarenakan oleh faktor internal seperti kekecewaan pemuda terhadap pemerintah dan sebagainya. Faktor eksternal seperti arus globalisasi yang membawa pengaruh negatif. Untuk menumbuhkan rasa nasionalisme dikalangan pemuda dibutuhkan peran pendidikan dan pemerintahan. Maka dari itu kami dari Fordisma45 menuntut: 
  1. Pemerintah agar meninjau kembali sistem pendidikan di Indonesia 
  2. Berikan pendidikan yang layak untuk pemuda indonesia
  3. Pemerintah agar memberikan lapangan pekerjaan yang layak. 










Minggu, 26 Oktober 2014

Peran dan Fungsi Organisasi Mahasiswa


Organisasi mahasiswa adalah wadah untuk para mahasiswa yang ingin mengeksplore bakat mereka, mengembangkan intelektual akademis yang nantinya bisa berguna untuk terjun ke masyarakat, atau sekedar ingin menyampaikan aspirasi kepada petinggi-petinggi kampus seperti rektor, senat, dosen, dll. Oleh sebab itu untuk mengembangkan peran tersebut dapat dilakukan dengan bergabung dalam organisasi mahasiswa. Didalam kampus tentunya banyak bentuk organisasi dengan visi misi yang berbeda. Namun,semua organisasi mahasiswa memiliki peran penting dikampus, sebagaimana pengalaman mengajarkan banyak perubahan yang terjadi dalam kehidupan dikampus, dan di masyarakat, yang mengalami perubahan karena peran serta dari mahasiswa yang tergabung dalam organisasi mahasiswa tersebut. Kita sering mendengar istilah bahwa mahasiswa adalah The agent of change, hal itu benar adanya karena sama-sama kita saksikan banyak perubahan yang terjadi karena peran mahasiswa. Contohnya mahasiswa yang tergabung di organisasi BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) dapat diperankan sebagai media bagi mahasiswa untuk menyampaikan keluhan tentang minimnya fasilitas kampus dan lain sebagainya. Tidak hanya BEM, organisasi kemahasiswaan yang berfokus pada asas demokrasi juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Dalam hal ini organisasi yang siap untuk turun langsung ke jalanan dan berunjuk rasa untuk menegakkan kebenaran sangatlah dibutuhkan  di kampus sebagai fasilitator dan mediator antara mahasiswa dengan petinggi-petinggi kampus. Saat ini banyak kita saksikan organisasi kemahasiswaan yang cenderung mementingkan kepentingan kelompok semata. Sehingga banyak dari organisasi itu yang tidak tumbuh dan berkembang menjadi suatu kekuatan sosial dalam menyikapi birokrasi- birokrasi kampus serta mengakomodir aspirasi-aspirasi dari mahasiswa. Tidak jarang juga kita jumpai segelintir mahasiswa yang mengatas namakan organisasi untuk bisa meraup keuntungan materi dengan menjual hak-hak yang seharusnya dilalui dengan berproses namun kini menjadi lebih instan dengan adanya pungutan liar. Jadi tak selamanya organisasi kampus itu bersih dalam bertindak. Bukan berarti, organisasi tersebut tidak bisa menjalankan tugas dan peran sebagai suatu organisasi, hanya saja ada segilintir mahasiswa yang berbelok pada alurnya.Oleh sebab itu organisasi mahasiswa dituntut untuk bisa terus meningkatkan kualitas diri dan meningkatkan pelayanan bagi mahasiswa dikampus tersebut agar paradigma mahasiswa lainnya bisa berubah seiring dengan perbaikan-perbaikan yang dilakukan organisasi mahasiswa sehingga mahasiswa lain simpatik dan tertarik menjadi kader-kader baru untuk turut bergabung dalam organisasi mahasiswa.

Jumat, 24 Oktober 2014

Tertidurlah Wahai Mahasiswa...!!!




Tertidurlah wahai mahasiswa...!!!

Sekarang ini mahasiswa hanya bisa diam, dan belajar yang giat agar lulus tepat pada waktunya lalu mendapatkan pekerjaan dan berumah tangga sama seperti impiannya.Tak ada lagi kritik dan demonstrasi.
Kini semua tenang hingga semua jalanan lengang.
Sekarang mahasiswa banyak tertidur dari realita yang tergambar penuh derita dan kenyataan  yang seharusnya mereka ubah dengan usaha.
Tak ada lagi mahasiswa yang bertengkar dengan aparat dan keluar ke jalan mengenakan almamaternya membawa teriakan dan kepalan penuh amarah.
Kini semua pemimpin bisa tidur nyenyak tanpa perlu memikirkan lagi nasib bangsanya karena mahasiswa berhasil mereka tidurkan dalam tumpukan tugas, lembaran uang proyek, dan kegiatan yang diciptakan berlandaskan hura-hura. Tertidurlah nasib bangsaku, tertidurlah mahasiswa.Bermimpilah yang tinggi dengan penuh khidmat, karena setelah kamu bangun nanti kamu akan menemui bangsa ini makan dengan derita berlauk duka. 

#SalamPembebasan 

Kamis, 23 Oktober 2014

Peran Pendidikan Dalam Pembangunan

PERMASALAHAN PENDIDIKAN


Pendidikan sejatinya adalah menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu di upayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan.



Apa jadinya pembangunan di Indonesia jika tidak di imbangi dengan perkembangan dibidang pendidikannya? Walaupun bidang pembangunannya baik, tetapi apa gunanya bila moral bangsa ini terpuruk. Oleh karena itu jadikan pendidikan sebagai langkah awal pembangunan negeri ini.
Mengenai masalah pendidikan, perhatian pemerintah masih sangatlah minim. Hal ini dibuktikan dengan beragamnya masalah pendidikan yang rumit, pengajar yang kurang profesional, bahkan aturan UU yang masih kacau. Dampak pendidikan yang buruk adalah semakin terpuruknya negeri ini.  
Penyelesaian masalah harusnya dilakukan secara menyeluruh, artinya tidak hanya memperhatikan kenaikan anggaran pendidikan saja. Tetapi yang lebih penting adalah melakukan pembenahan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) dan kualitas pendidikan di negeri ini. Kenyataannya wajib belajar 9 tahun hanya menjadi "PR Pemerintah" yang hingga saat ini pelaksaannya masih belum meyeluruh. Dan masih banyak daerah pinggiran yang tidak memiliki sarana pendidikan yang baik. Dengan kondisi tersebut, bila tidak dilakukan perubahan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini keluar dari masalah yang ada, apalagi bertahan di era globalisasi. 




Kondisi ideal dalam bidang pendidikan di Indonesia adalah tiap anak minimal hingga tingkat SMA. Namun hal ini sulit untuk terealisasikan, karena adanya diskriminasi antara si kaya dan si miskin. Ditambah lagi publikasi mengenai beasiswa yang sangat minim, sekolah-sekolah gratis yang seharusnya mempunyai fasilitas yang memadai seperti staf pengajar yang berkompetensi dan memiliki administrasi yang baik dan tidak berbelit-belit. Dalam hal ini, pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk melakukan pembangunan. 

Rabu, 22 Oktober 2014

Paradigma Sosial Mahasiswa

"Apa guna kita memiliki sekian ratus SARJANA yang cerdas, tetapi massa rakyat dibiarkan bodoh?? Segeralah kaum sarjana pasti akan menjadi penjajah rakyat dengan modal kepintarannya “ ( Y.B Mangunwijaya )"


PENDAHULUAN

Mahasiswa adalah kelompok pemuda yang diuntungkan oleh kondisi ekonomi dimana mereka dapat menikmati pendidikan tinggi di universitas. Tak bias dipungkiri lagi bahwa sampai saat ini, status mahasiswa yang disandang masih menjadi status yang sangat mewah (luxurious) dilingkungan sosialnya(masyarakat), karena hanya status ini hanya mampu dinikmati oleh segelintir dari kelas menengah ke atas. Dan memang sangat sulit sekali bagi masyarakat kelas bawah untuk bisa menikmati bangku perkuliahan.
Secara terminologis, mahasiswa berasal dari kata “maha” yang berarti tinggi, luas, dan “siswa” adalah pelajar, kaum terdidik. Jadi Mahasiswa adalah kaum terdidik atau kaum intelektual yang memiliki pengetahuan atau wawasan yang sangat luas. Dari intelektualitas itulah, mahasiswa dianggap mengerti segala sesuatu atau fenomena yang terjadi disekelilingnya (ekonomi,politik,social,budaya dll) serta mampu memberikan solusi-solusi terhadap problematika yang muncul ditengah-tengah masyarakat. Arief Budiman dalam bukunya “mahasiswa menggugat” mengatakan “ mahasiswa adalah agent of social change (agen perubahan social) dan Director of change (pengaruh perubahan) yang berpihak pada kebenaran dan keadilan social serta menjunjung tinggi nilai-nilai moral.
Untuk memahami existensi mahasiswa yang notabenenya adalah kaum intelektual yang membawa obor pencerahan dan perubahan bagi masyarakat seperti apa yang dideskribsikan di atas,maka tentunya mahasiswa dituntut memiliki paradigma (cara pandang yang menjadi landasan berfikir). Paradigma inilah yang akan mengantarkan mahasiswa pada nilai aksiologisnya (orientasi sikap). Jika paradigmanya adalah individualime, maka orietasinya adalah liberal dan hanya akan mengejar karir pribadinya, apapun yang terjadi, yang penting ia sukses secara pribadi. Jika paradigmanya adalah sosialisme, maka orientasinya adalah kepentingan social-masyarakat, segala upaya yang ia lakukan adalah semata untuk kesejahteraan dan pembebasan masyarakat.
Disinilah arti penting untuk memahami paradigama social mahasiswa. Karena hanya dengan paradigma social, mahasiwa akan mampu mengemban tugas atau mengabdi pada masyarakat, sebagaimana yang tertera dalam Tridarma Pendidikan (pendidikan pengajaran, penelitian, pengabdian pada masyarakat). Untuk itu dalam paradigma social mahasiwa, dibutukan watak kritis (peka terhadap realitas social), ilmiah, progressif dan revolusioner. Dengan sikap tersebut, maka mahasiswa akan memiliki idealisme, sebuah kerangka teori berfikir yang menjadi landasan untuk bertindak dan bergerak menuju perubahan social yang sesungguhnya : bebas secara politik, sejahtera secara ekonomi, adil secara hokum dan partisipatif secara budaya.


MEMBONGKAR MITOS-MITOS MAHASISWA

Sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan adalah sub-sistem dari ideology dominant, yakni kapitalisme (liberalisme), sehingga pendidikan itu sendiri dijadikan media transformasi untuk melegitimasi (melanggengkan) nilai-nilai kapitalistik. Perguruan tinggi adalah lembaga pendidikan yang paling tepat sebagai sasaran untuk mencetak robot-robot perusahaan (buruh terampil dan professional) yang akan membawa keuntungan melimpah bagi para pemodal (kapitalis). Untuk itu, mahasiswa diharuskan mengutamakan profesionalisme dalam disiplin ilmunya, tapi tidak sama sekali dikasih kesempatan untuk mengkritisi sebuah system pendidikan, masyarakatnya maupun negaranya yang semakin bobrok ini. Kondisi obyektif kampus inilah yang mengakibatkan mahasiswa semakin tercerabut dari akar sosialnya, sikap acuh tak acuh terhadap persoalan-persoalan dimasyarakat (bagaikan kacang lupa kulitnya). Sehingga mahasiswa tidak mau tahu menahu bagaimana para buruh dieksploitasi dengan system buruh kontrak dan outsourching?, bagaimana nasib para petani yang dirampas tanahnya?, bagaimana para PKL yang digusur karena dianggap telah mengganggu ketertiban umum?, bagaimana masa depan anak jalanan dan kaum miskin kota yang merintih di kolong-kolong jembatan?? Dan bagaimana rakyat-rakyat tertindas lainnya??
Akibat dari kondisi oyektif kampus yang tak pernah mengajarkan demokratisasi dan malah mendoktrin nilai-nilai monopoli-liberalisme, disamping juga adanya komersialisasi pendidikan (mahalnya pendidikan ), serta kondisi subyektif mahasiswa yang notabenenya adalah kelas borjuasi kecil, mengakibatkan mahasiswa memiliki watak-watak borjuis yang kontra produktif dan kontra-revolusioner (tidak memiliki kesadaran kritis dan keperpihakan terhadap rakyat tertindas). Watak-watak yang menjadi mitos mahasiswa yang harus kita hancurkan tersebut adalah :
  1. Apatis dan pragmatis : adalah sikap tidak mau tahu atau peduli (apriori) terhadap realitas social dan cenderung membiarkan hal tersebut berjalan apa adanya tanpa harus dirubah. Sikap mahasiswa semacam ini dapat kita indikasikan, misalkan ketika mahasiswa tidak mau peduli kondisi kampusnya yang tak pernah melibatkan dirinya sebagai bagian dari civitas akademika yang harus ikut dalam menetukan beberapa kebijakan kampus (misalnya :memilih rector dan dekan, biaya lab,dll), belum lagi penyelewengan-penyelewengan yang lainnya seperti ; tranparansi dana, tidak lengkapnya fasilitas kampus, intimidasi nilai bagi yang kritis dll. Ternyata system dan isu-isu kampus yang hanya menjadikan mahasiswa hanya sebagai komoditas (object pendidikan) selama ini tidak banyak direspon dan cenderung dibiarkan, yang penting ia bias lulus cepat dengan nilai yang memuaskan. Realitas social yang paling dekat dengan dirinya saja (kampus), mahasiswa bersikap apatis dan pragmatis, apalagi persoalan dimasyarakat dan negara.
  2. Borjuis dan hedonis adalah sikap yang suka berfoya-foya, suka menghamburkan uang hanya untuk kenikmatan dirinya dan kelompoknya (elitis) terhadap teman, lingkungan dan orang lain. Mahasiswa semacam ini dapat kita lihat dalam tiap kampus misalnya; mahasiswa yang suka ke club, diskotek dan lain sebagainya. Artinya sikap mahasiswa diatas hanya mencari kenikmatan dan kesenangan belaka
  3. Apolitis dan individualis adalah sikap mahasiswa yang tidak mau tau tentang perpolitikan yang ada pada lingkungannya maupun Negara-nya dan tidak mempunyai rasa solidaritas terhadap teman-temannya ketika berjuang untuk kepentingan rakyat maupun di lingkungan kampusnya sendiri. Artinya mahasiswa seperti ini tidaklah peka terhadap kondisi social, ekonomi, politik dan beberapa hal lainnya yang berkaitan dengan kelangsungan dalam sebuah Negara, bahkan cenderung berjuang untuk kepentingannya sendiri.
  4. Oportunis adalah sikap mahasiswa yang hanya memanfaatkan kesempatan, kondisi dan situasi tertentu untuk kepentingan dirinya tanpa adanya usaha dan dasar yang dimilikinya. Hal ini sering kali kita pahami ktika seseorang akan menjadikan sebagai situasi tertentu untuk menjadikan dia terkenal ataupun jabatan yang ingin di capainya.


PERAN DAN POSISI MAHASISWA DALAM PERUBAHAN SOSIAL

Jas merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah, adalah kata-kata yang pernah dilontarkan oleh sukarno. Karena sejarah adalah pengalaman, sedangkan pengalaman adalah guru yang terbaik. Dari sejarah bisa kita pelajari baik dan buruknya masa silam, agar kita dapat menentukan arah dan langkah untuk perubahan kedepan yang lebih baik, salah satunya sejarah telah membuktikan, bahwa pemuda (mahasiswa) memiliki peranan yang sangat penting dalam perjalanan perubahan sosial politik bangsa ini.

Dalam setiap momentum perjuangan yang menentukan arah bangsa kita selalu melihat kaum muda (mahasiswa) selalu hadir sebagai pendorong sekaligus pelaku dalam perubahan tersebut walaupun kadarnya tidak selalu sama. Setidaknya sksenario resmi dari pemerintah Indonesia yang masih menjadi pakem hingga saat ini, mencatat sejumlah lakon yang diaktori mahasiswa, sebutlah pendirian Boedi Oetomo 1908, yang dianggap sebagai pelopor kebangkitan nasional, kongres pemuda II 1928 yang menelorkan sumpah pemuda, proklamasi kemerdekaan 1945, penggulingan Soekarno 1966, dan juga penggulingan kekuasaan otoriterian Soeharto pada tahun 1998 lalu. Semua lakon sejarah tersebut selalu mengambil mahasiswa sebagai aktor utama.
Mahasiswa sebagai kelas intelektual dengan segala nilai-nilai akademis yang ada dalam perguruan tinggi, tak dapat dipungkiri lagi bahwa sampai saat ini status mahasiswa masih menjadi status yang “mewah” dimata rakayat Indonesia, karena hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang dari kelas menengah keatas. Dan sangat sulit sekali masyarakat kelas bawah untuk bisa menikmati bangku perkuliahan. Ketika ditanya “kenapa itu terjadi”?pasti jawaban klasik inilah yang muncul : Biaya Kuliah Sangat Mahal Sedangkan Untuk Makan Saja Kami Pas-Pasan. Kebebasan akademis dikampus telah memberikan ruang kesempatan bagi mahasiswa untuk mengembangkan pola pikir melalui berbagai macam sarana, buku-buku, teori-teori yang diperoleh dari ruang perkuliahan, akses informasi seperti internet ditambah pola pikir yang terbentuk menjadikan mahasiswa mampu merasakan, melihat, mengamati dan membedah setiap perkembangan realita yang terjadi di sekelilingnya.
Di Negara yang kondisi masyarakatnya masih terbelakang secara ekonomi, politik, dan terbelakang dalam pendidikan seperti Indonesia, maka kelas mahasiswa dilihat sebagai kelas yang “WAH” oleh sebagian besar rakyat Indonesia. “Wah” dalam artian ekonomi karena cuma orang yang berduit banyak yang bisa kuliah. Atau meminjam istilah Paulo Freire bahwa mahasiswa sudah mencapai kesadaran kritis. Sebagaimana kita ketahui bahwa Paulo Freire membagi tahapan kesadaran menjadi 3 yaitu : Kesadaran Magis (magical consciousness), kesadaran naïf (naival consciousness), dan kesadaran kritis (critical consciousness).
Dapat diuraikan bahwa kesadaran magis ialah saat rakyat tidak mampu melihat kaitan satu faktor dengan faktor lainnya. Dan mereka hanya melihat faktor diluar manusia (natural maupun supranatural). Dalam melihat kemiskinan maka kecenderungan mereka akan mengatakan bahwa ini adalah takdir atau sudah diatur sama yang mengecat lombok. Maka cara mengatasi ini hanyalah pasrah dan do’a saja. Kesadaran naïf ini lebih melihat aspek manusia sendiri yang jadi akar permasalahan, maka dalam melihat kemiskinan itu disebabkan oleh manusia itu sendiri seperti malas bekerja, bodoh, tidak mempunyai skill. Oleh karena itu untuk mengatasinya adalah enggan “Man Power Development”. Kesadaran kritis adalah melihat system dan struktur yang ada disekitar kita sebagai sumber masalah. Pendekatan ini menghindari “blaming the victims”.
Maka yang dilakukan mahasiswa sebagai kelas yang mencapai tahapan kesadaran kritis adalah melakukan kerja-kerja penyadaran (concretization) kepada semua orang terutama rakyat Indonesia yang saat ini masih berkubang pada tahap kesadaran magis dan naïf. Membumi dengan rakyat adalah mutlak dilakukan mahasiswa dengan suka rela. Kondisi objektif saat ini Indonesia masih membutuhkan banyak intelektual organic (meminjam istilah A. Gramsci) yang berani melakukan bunuh diri kelas demi penguatan rakyat. Hal ini mungkin terasa bodoh dan lucu sekali ( saya yakin ini ada pada perasaan mahasiswa saat ini).
Kondisi objektif saat ini, bangsa Indonesia berada dalam sosial yang penuh dengan ketidak pastian dan segala kemungkinan yang unpredictable. Maka pemahaman akan kondisi sosial-politik bangsa Indonesia pada hari ini adalah mutlak diperlukan berbagai pihak, khususnya kaum intelektual dalam hal ini tentunya mahasiswa.
Sejarah dengan posisi mahasiswa didalam peran masyarakat seperti terkemuka diatas, dikenal dua pokok yang selalu tampil mewarnai sejarah aktivitas selama ini. Pertama ialah sebagai kekuatan koreksi (kontrol) terhadap penyimpangan yang terjadi didalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, kedua yaitu sebagai penerus kesadaran masyarakat luas akan problema yang ada dan menstransformasikan kesadaran itu untuk menerima alternatif perubahan yang dikemukakan atau didukung oleh mahasiswa itu sendiri, sehingga masyarakat berubah kearah kemajuan yang progresif.





BERSAMA RAKYAT SATUKAN TEKAD

DEMI PERUBAHAN DAN PEMBEBASAN!

Selasa, 21 Oktober 2014

AKSI! TOLAK DOSEN YANG MENJADIKAN BISNIS JUAL BELI BUKU SEBAGAI TOLAK UKUR PENILIAN MAHASISWA.

Dosen adalah pendidik profesional dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebar luaskan ilmu pengetahuan kepada mahasiswa, seperti undang-undang No 14 Thn 2005 pasal 1 ayat 2. Namun, ada kecenderungan bagi sebagian dosen yang menjadikan profesinya sebagai lahan untuk memperoleh keuntungan.
Dosen itu juga manusia dia tentu membutuhkan materi atau uang untuk kehidupan dirinya dan   keluarganya. Hanya saja tentu ada batasan-batasannya, jika dia lebih mengutamakan nilai-nilai pragmatis, yaitu mengejar materi ketimbang mengutamakan nilai-nilai ilmu pengetahuan, maka dia telah berkhianat kepada dunia akademisi.
Dalam ruang lingkup kampus tentunya sebagian besar mahasiswa menginginkan ilmu pengetahuan yang kongkrit, mahasiswa tentunya ingin dinilai secara profesional oleh dosennya, lalu bagaimana ketika mereka di nilai secara subjektif? Tentunya susah untuk di terima oleh akal sehat bagi para mahasiswa yang peduli terhadap nilai akademiknya, namun, salah satu alasan dosen yang menilai mahasiswa tidak secara objektif adalah mereka menjadikan bisnis jual buku sebagai tolak ukur penilaian mahasiswa. Dosen seperti itulah yang tidak layak di perhadapkan dengan mahasiswa pada proses perkuliahan.
Seharusnya di dalam kelas tidak ada transaksi jual beli buku, kalau memang ingin menjual buku boleh saja, namun tidak di dalam kelas melainkan di toko buku. Hal seperti ini tentu saja sangat memalukan dan tidak heran ketika kami sebagai mahasiswa menyebutnya sebagai dosen gagal. Materi kuliah seharusnya tidak boleh di jual kepada mahasiswa. Jika sudah di buat dalam bentuk buku silahkan di jual di toko buku dan mahasiswa seharusnya tidak di wajibkan untuk membeli buku hanya untuk mendapatkan sebuah nilai. Dalam ruang kuliah bukankah sudah di atur  oleh bidang akademik yang mengacu terhadap statuta kampus, jumlah sks yang di pakai untuk tatap muka, diskusi dan tugas mandiri untuk memenuhi nilai.
Praktek penjualan materi kuliah sejatinya memang sudah melanggar undang-undang pemerintah pendidikan nasional No 2 Thn 2008 tentang buku. Dalam aturan tersebut, di tegaskan bahwa pendidik ketenaga pendidikan, dinas pendidikan, termasuk koperasi yang beranggotakan pendidik baik secara langsung maupun bekerjasama dengan pihak lain dilarang menjual buku kepada peserta didik. Undang-undang lainya yang mengatur kewenangan perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan yang menyelenggarakan tridharma yakni UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. UU No 12 Tahun 2012 tentang perguruan tinggi, UU No 14 Thn 2005 tentang guru dan dosen. 
Maka dari itu kami yang tergabung dalam aliansi mahasiswa univeritas 17 agustus menuntut:

  1.  Agar pihak rektorat meninjau kembali keberadaan dosen yang menjadikan profesinya sebagai lahan untuk memperoleh keuntungan materinya dengan mengiming-imingi sebuah nilai terhadap mahasiswa.
  2. Agar pihak kampus Jangan menjadikan pembodohan mahasiswa secara sistematis.
  3. Bersihkan kampus dari tindakan intimidasi. 
#SalamPembebasan!


Aksi kampus (1) 


Aksi kampus (2)

Audensi dengan jajaran rektorat (1) 








Kampus dan Ruang Demokrasi.

   Iklim demokrasi yang tumbuh subur di negeri ini terutama pasca reformasi di tandai salah satu nya dengan berkembang nya kebebasan berpendapat, secara ekspilit hal itu dinyatakan dalam undang-undang dasar Negara republik Indonesia 1945 pasal 28 yang menjamin kemerdekan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagai nya.
   Berpendapat dan mengeluarkan pikiran, salah satunya dengan bentuk Selanjutnya didalam undang-undang nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum dijelaskan tentang instrument teknis menyampaikan pendapat secara demokratis. Secara jelas undang-undang tersebut telah mengatur bahwa sebagai warga Negara dijamin hak nya untuk demonstrasi.
    Padahal sejatinya, lingkungan kampus diharapkan mampu mengemban peran tidak semata peran akademis dan kreatifivitas mahsiswa melalui tridharma perguruan tinggi. Namun melalui ruang-ruang kampus diharapkan juga terbentuk sikap kritis dan idealis mahasiswa terhadap berbagai kebijakan, baik internal kampus maupun kebijakan pemerintah yang dinilai tidak sesuai dengan aturan.
     Kita perlu memahami bahwa  perjalanan bangsa ini tidak dapat terlepas dari peran-peran strategi yang dimainkan oleh para pemuda dan  mahasiswa melawan segala bentuk ketidakadilan yang Nampak didepan mata “perubahan-perubahan besar selalu diawali oleh kibaran bendera universitas”. Hal ini menggambarkan betapa penting peran mahasiswa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
     Menjadi mahasiswa tidak hanya selalu terpaku pada buku teks diruang-ruang belajar dikampus, menjadi mahasiswa juga merupakan sebagai proses pembelajaran untuk paham dan matang dalam berdemokrasi . sehingga mahasiswa dianggap sebagai kaum muda yang netral dan tidak mau terjebak dalam kepentingan tidak prorakyat.mahasiswa dengan idelisme nya berusaha memposisikan diri sebagai golongan oposisi.
     Dirana inilah peran-peran penting dan strategis mahasiswa dimainkan, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, mahasiswa dipandang memiliki 3  fungsi ;
  1.  Mahasiswa adalah kaum intelektual dan terpelajar, ditengah arus moderenisasi mahasiswa dihadapkan kepada tantangan yang sedemikian hebat. Mahasiswa dituntut tidak saja terjun untuk keluar dari problematikanya secara internal kampus.peran penting mahasiswa ditengah-tengah masyrakat tidak boleh diabaikan, karna sejauh ini masyarakat tetap mengangap mahasiswa sebagai intelektual yang diharapkan akan menjadi berlanjut perjalanan bangsa dan Negara ini kearah yang lebih baik.
  2.  Agen of change (agen perubahan) pasang surut gerakan perubahan yang diperankan oleh mahasiswa turut mewarnai perjalanan bangsa ini. Kita melihat kiprah gerakan mahasiswa angkatan 66, gerakan mahasiswa angkatan 74 yang mengkritisi agar Negara memberantas korupsi dan diskriminasi terhadap kaum minoritas, 5tahun kemudian pemerintah memberlakukan normalisasi kehidupan kampus (NKK/BKK). Pemerintah kala itu khawatir keterlibatan mahasiswa lebih jauh dalam aspek politik.
  3.  Agen of control atau social control (agen control atau control social) peran-peran kontrol ini dimaksudkan bahwa mahasiswa dengan intelektualitas yang diembannya berkewajiban untuk mengontrol kebijakan pemerintah ataupun kampus.

      Karena tiga fungsi itulah mahasiswa disebut sebagai salah satu pilar demokrasi diindonesia. Pelangaran mahasiswa untuk melakukan unjuk rasa atau demonstrsi hanya akan mengembalikan keEra dimana terjadi pembungkaman terhadap hak warga Negara dalam mengemukakan pendapat dan pikiran secara lisan dan tulisan. Pasal 6 undang-undang nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum, “warga negara yang menyampaikan pendapat dimuka umum berkewajiban dan bertangung jawab untuk menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum.
Selama sesuai dengan koridor  dan aturan yang dinyatakan dalam UU tersebut, tidak ada yang perlu dikhawatirkan apabila mahasiwa ingin berunjuk rasa atau berdemonstrasi demi perbaikan kebijakan kampus dimasa mendatang 
TIDAK SEMUA KRITIK ITU BERWAJAH BURUK, KARENA PADA HAKIKATNYA DENGAN KRITIK YANG DILAKUKAN MAHASISWA MELALUI DEMONSTRASI ATAU TULISAN, EVALUASI ATAU MEMPERTIMBANGKAN KEMBALI KEBIJAKAN YANG TELAH DILAHIRKAN BISA DIREVISI DAN DIPERBAIKI DENGAN MATANG SESUAI ATURAN YANG BERLAKU.
BIARKAN MAHASISWA MENYAMPAIKAN ASPIRASINYA MELALUI RUANG-RUANG DEMOKRASI DIKAMPUS, KARENA DARI KAMPUS PERUBAHAN BESAR ITU AKAN LAHIR.